Jakarta-Tim Advokat Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Rahmatullah menuding Pemerintah pusat harus bertanggung jawab atas munculnya honorer bodong. Ini lantaran keluarnya SE MenPAN-RB No 5 Tahun 10 tentang verifikasi dan validasi honorer.
"Sebenarnya dasar pertama mengangkatan honorer itu di PP 48 Tahun 2005 dan PP 43 Tahun 2007. Dalam kedua PP itu jelas sekali kalau pengangkatan honorer hanya sampai 2009. Parahnya pemerintah kemudian mengeluarkan SE 10 Tahun 2010 yang menjadi dosa pemerintah pusat," ungkap Rahmatullah, Tim advokat FPHI, di Media Center Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Jakarta, Senin (26/1).
Dikatakan, kebijakan pusat itulah yang kemudian memunculkan honorer kategori satu atau K1 dan kategori dua atau K2. Selain itu muncul juga honorer bodong yang jumlahnya sangat fantastis.
"Bisa saja pemerintah mengeluarkan SE tapi harus disiapkan dulu perangkatnya. Ini pengawasannya kurang, maka daerah semaunya mengajukan nama-nama honorer gadungan," sergahnya.
Dia menambahkan, pemerintah semestinya hanya meminta data honorer saja, tidak perlu menyebutkan maksud dan tujuan untuk mengangkat honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kalau pemerintah ingin mengangkat, seharusnya diambil sistem sesuai "nomor urut kacang". Artinya, data masa kerja honorer menjadi rujukan pemerintah untuk pengangkatan mereka menjadi CPNS.
Sumber : jpnn.com
No comments:
Post a Comment