Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menarik buku Kurikulum 2013 (K-13) untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti bagi kelas X dan XI yang berisi muatan ajaran radikal, tampaknya, tidak akan berjalan mulus. Pasalnya, buku yang berisi muatan ajaran radikal tersebut sudah berada di tangan siswa.
Pengamat Intelijen Indonesia Wawan Hadi Purwanto angkat bicara soal beredarnya buku-buku pelajaran yang berisi pemahaman radikal. Menurut beliau, perlu peraturan khusus dari pemerintah untuk menyeleksi bacaan di Indonesia.
"Kalau buku pelajaran, dalam kasus ini, pemerintah bisa mengawasi. Tapi, kalau buku agama di luar sekolah, bagaimana?" ujarnya.
Hal itu diamini Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbud Ramon Mohandas. Dia menyatakan, penarikan tersebut akan bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Kami masih bahas teknisnya," ungkapnya saat dihubungi kemarin (21/3).
Namun, mengingat hal itu mendesak dilakukan, Kemendikbud sementara akan menyurati sekolah. Mereka bakal menjelaskan permasalahan yang terjadi dan meminta sekolah bisa menyiasati isi buku yang dianggap radikal. Setidaknya, ada 6.326 sekolah yang akan disurati Kemendikbud terkait dengan imbauan soal buku berpaham radikal tersebut.
"Nanti terserah pihak sekolah akan diapakan buku tersebut. Apakah akan disobek atau diapakan. Intinya, kami minta bab yang dirasa bermuatan paham radikal itu dihilangkan," ujar Ramon. Dia menambahkan, keputusan tersebut juga mempertimbangkan belum adanya buku pengganti untuk para siswa jika penarikan secara keseluruhan dilakukan.
Selain surat himbauan ke pihak sekolah-sekolah, Kemendikbud telah memblokir arsip softcopy di website buku sekolah elektronik (BSE) milik Kemendikbud. Karena itu, pengunduhan buku elektronik bisa dihentikan. "Agar tidak lebih menyebar," tuturnya.
Belajar dari kasus tersebut, mantan atase pendidikan dan kebudayaan KBRI di Den Haag itu akan memastikan uji keterbacaan bagi buku-buku kurikulum. Yakni, pemeriksaan kembali isi buku oleh para ahli di bidangnya. "Kami beri mereka waktu 2-3 minggu untuk memberikan kritik atau pembenahan apa yang dianggap salah," jelasnya.
Dia mengakui, uji keterbacaan tersebut memang tidak diterapkan pada buku K-13 mata pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti untuk kelas X dan XI cetakan pertama itu. Pemeriksaan hanya dilakukan oleh dua reviewer book yang menjadi tim pembuatan buku K-13. "Pembuatan buku ini kan memang sangat tergesa-gesa. Hanya delapan bulan. Jadi, tidak optimal."
Sumber : jpnn.com
No comments:
Post a Comment