Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia atau PB PGRI, Sulistyo menyatakan Pemerintah dan pemerintah daerah gagal melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Menurut Sulistyo, Pemerintah gagal melaksanakan amanah UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, karena banyak pasal yang sangat penting tidak dapat dilaksanakan dengan baik, terutama dalam mewujudkan guru yang profesional, sejahtera, dan terlindungi.
"Dalam rangka mewujudkan guru profesional, seharusnya paling lambat sepuluh tahun sejak UUGD tersebut disahkan (tahun 2015) guru sudah harus berkualifikasi pendidikan S1 atau D4 dan telah bersertifikat pendidik Pasal 82 ayat (2)," katanya.
Namun faktanya, sampai sekarang masih ada sekitar 40 persen guru kualifikasi pendidikannya belum S1 atau D4 dan masih sekitar 45 persen guru belum bersertifikat pendidik. Sehingga peserta didik berpotensi mendapat layanan yang tidak adil dari kondisi guru yang sangat heterogen. Selain itu, Guru juga merasa diperlakukan diskriminatif. Karena kualifikasi pendidikan maupun sertifikasi (yang harus dibiayai pemerintah dan atau pemerintah daerah) berimplikasi juga pada diterimanya tunjangan profesi. Pendidikan dan pelatihan guru pun tidak jelas dan tidak merata.
Tahun 2013 lalu, katanya, ada pelatihan guru massal yang dilaksanakan dalam kaitan pelaksanaan kurikulum 2013, bukan didesain untuk peningkatan kompetensi guru. Masih banyak guru yang belum pernah memperoleh pendidikn dan pelatihan.
"Sekarang malah kebijakan Kemdikbud semakin tidak jelas. Tidak ada tanda-tanda amanat itu diselesaikan, rencananya saja tidak jelas, apa lagi pelaksanaannya," ungkap Senator asal Jawa Tengah ini.
Selain persoalan tersebut, tambahnya, kesejahteraan guru juga belum terpenuhi sebagaimana amanat UUGD bahwa Guru seharusnya memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan memperoleh jaminan kesejahteraan sosial. Nyatanya masih banyak guru yang bekerja penuh waktu dengan prestasi dan dedikasi yang tinggi tapi berpenghasilan sekitar Rp 250 ribu per bulan.
"Sungguh tidak manusiawi, bahkan dzholim. Guru-guru itu mestinya berhak memperoleh penghasilan sesuai peraturan perundang-undangan tetapi nyatanya aturanya saja tidak dibuat. Bagimana mutu pendidikan bisa beranjak naik. Mendikbud pernah mengatakan guru (honorer) akan memperoleh penghasilan minimal. Tetapi itu juga baru omong doang," tandasnya.
Sumber : jpnn
No comments:
Post a Comment