Jakarta - Pemerintah pusat berencana akan menghapus alokasi gaji guru honorer pada Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Rencana Pemerintah untuk penghapusan alokasi gaji guru honorer dari BOS dinilai sebagai pengabaian nasib terhadap para pengajar.
Sebab pemerintah dianggap belum mampu memperbanyak jumlah guru dan mendistribusikannya dengan merata. Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Danang Girindrawardana meminta pemerintah berhati-hati membuat kebijakan penghapusan alokasi gaji guru honorer dari BOS tersebut. Sebab bagaimanapun guru- guru honorer itu sangat berjasa mengisi kekurangan tenaga pengajar di sekolah.
”Kalaupun akan dihapus, terlebih dulu harus ada kebijakan yang tertata sistematis tanpa perlu mengorbankan mereka,” ujar Danang.
Menurut dia, kebijakan yang dibuat pemerintah seharusnya bisa memanusiakan manusia. Dia menganggap, jika penghapusan alokasi guru itu terealisasi, sama saja negara mengabaikan guru honorer yang berjasa mendidik anak bangsa dengan ikhlas. Disebut ikhlas karena guru honorer ini rela digaji seadanya dengan beban berat mengajar yang sama dengan guru pegawai negeri sipil (PNS).
Danang mengatakan, kebijakan yang tertata sistematis itu perlu dilakukan Kemendikbud. Sebab masalahnya ada indikasi bahwa data-data guru honorer perlu diuji validitasnya kembali sehingga tidak disusupi kepentingan-kepentingan liar.
Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah tidak setuju jika pemerintah menghapus pos gaji guru dari alokasi BOS. Terlebih Komisi X DPR sebelumnya mendorong Kemendikbud agar membuat petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis untuk pembayaran gaji guru honorer dan tenaga kependidikan lainnya seperti pustakawan dan staf laboratorium di dalam BOS.
Dia juga meminta pemerintah membuat solusi yang menyejahterakan guru honorer karena jasa mereka dalam mendidik anak bangsa. ”Kalau dikurangi justru kami menyayangkan. Kami akan tanya langsung (ke Kemendikbud) mengapa itu dikurangi dan dihilangkan,” paparnya. Politikus Partai Golkar ini mengatakan, selama belum terpenuhinya jumlah dan distribusi guru yang baik, maka alokasi gaji guru honorer di BOS tetap harus ada.
Sebab jika tidak, maka sekolah akan kebingungan untuk menggaji guru honorer. Terlebih, pemerintah sudah melarang sekolah mengutip dana apapun dari siswa dan orangtua. Pemerintah pun harus melihat kembali bahwa negara harus membiayai pendidikan baik untuk keperluan siswa dan guru.
Sia-sia saja, ujarnya, jika pemerintah pusat berharap pemerintah daerah mampu menalangi kesejahteraan guru honorer. Sebab, dari 510 kabupaten/ kota, hanya 25%-nya saja yang mampu mengadakan dana pendidikan di APBD. ”Berapa sih daerah yang mampu? hanya 25% saja. Pemerintah pusat sebaiknya jangan lepas tangan karena ini akan mengganggu dunia pendidikan.
Karena, penghapusan itu hanya akan membuat resah masyarakat, ujarnya. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo berpendapat, realisasi penghapusan gajiguruhonorerakanmendapat penolakan keras. Sebab, pemerintah belum bisa memastikan ketersediaan guru yang dapat menghapus peran guru honorer di sekolah.
Jika pemerintah sekadar menghapus gaji guru dari BOS tanpa ada solusi alokasi dari anggaran lain, maka dia menyebut pemerintah pusat sudah berbuat sewenang-wenang. Sulistyo mengatakan, pemerintah pusat seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah apakah mereka sanggup membayar honorarium guru honorer atau tidak. Secara nasional, lanjutnya, Kemendikbud tidak bisa lepas tangan terkait kesejahteraan guru honorer.
Sumber : koran-sindo.com
No comments:
Post a Comment