Jakarta - Profesi guru belum mendapat penghargaan yang layak di DKI Jakarta. Hal itu tercermin dalam alokasi tunjangan yang diterima guru dan kepala sekolah seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 207 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Daerah. Pemerintah DKI kurang menaruh perhatian pada sektor pendidikan.
Nilai tunjangan guru lebih kecil dibanding nominal yang diterima pegawai negeri dengan pangkat dan golongan yang setara di satuan kerja lainnya. Ditambah lagi guru tak menerima tunjangan dinamis seperti pegawai negeri lainnya. "Pemerintah DKI kurang menaruh perhatian pada sektor pendidikan, khususnya profesi guru," kata Kepala SMA Negeri 55, Kartono, Ahad, 10 Mei 2015.
Sebagai perbandingan, dia menambahkan, guru yang berstatus pegawai negeri dengan golongan III-C dan III-D diberi tunjangan kurang lebih Rp 4,9 juta. Sementara pegawai di satuan kerja lain dengan golongan sama bisa memperoleh tunjangan hingga Rp 9,1 juta.
Menurut Kartono, para guru sudah menyadari potensi ketimpangan tunjangan ini sejak pemerintah merumuskan besarannya. Namun, perjuangan untuk mengusulkan nilai yang layak tak berhasil. "Ada semacam ketidakpahaman pemerintah terhadap kebutuhan sekolah," dia menambahkan. Meski begitu, Kartono menduga ketimpangan tunjangan itu juga dipicu banyaknya guru di DKI. Jumlah itu tak sebanding dengan anggaran yang dialokasikan untuk sektor pendidikan.
Sementara itu, Kepala SMK Negeri 48, Yayah Nur Aliyah, mengharapkan pemerintah DKI merevisi nilai tunjangan untuk guru dan kepala sekolah. Sebab, guru menjadi ujung tombak yang menentukan kualitas pembangunan manusia di Indonesia. Tapi, Beliau mengatakan, nilai tunjangan bukan semata-mata pelecut bagi guru untuk melaksanakan tugas pendidikan. "Angkanya kecil sekalipun, kami ikhlas mendidik anak-anak," dia berujar.
Sumber : tempo
No comments:
Post a Comment